Penulis: Irma Devita
Penerbit: Dinamika Publishers
Tahun terbit: Februari, 2014
Jumlah hlm: 266 halaman
Nama Tokoh: Sroedji, Rukmini
Sinopsis:
Sesosok jasad terbujur kaku di meja yang sengaja diletakkan di pelataran mushalla. Terbaring dalam hening. Tampak agung walau tersungkur bergenang darah mongering dari luka menganga di wajah yang bola matanya raib tercerabut dari tempatnya… tubuh berperawakan sedang namun berisi itu menjadi saksi bisu kekejaman tangan-tangan yang pernah mendera, penuh lubang peluru dan cabikan bayonet. Tulang kepala berambut ikalnya retak, terdera popor senapan. Satu.. dua… tiga… jari-jari tangan jasad tak lagi lengkap, hilang sebagian. Jari-jari itu biasanya lincah memetik ukulele, melantunkan nada merdu
Itu adalah siopsis di bagian sampul belakang novel
yang diangkat dari kisah nyata tentang kepahlawanan. sebuah sinopsis singkat
yang cukup membuatku bergidik ngeri dan
penasaran ingin membacanya. Sebuah novel yang menceritakan tentang kisah
perjuangan Letkol. Mochammad Sroedji. Pahlawan yang berasal dari Jember.
Diceritakan dalam novel ini bagaiamana perjuangan dua orang insan manusia yang saling mencintai dan saling melengkapi. Pasangan ini bernama Sroedji dan Rukmini. Namun kecintaan Sroedji pada Negara tercintanya, rasa
patriot yang tinggi memanggil dia untuk tampil menjadi pahlawan. Membela tanpa
pamrih demi mempersembahkan kemerdekaan yang utuh untuk anak cucu. Sedikitpun tiada
ia rela bumi pertiwi yang dicinta ini dijajah oleh manusia-manusia yang biadab.
Rukmini, wanita cantik, pintar dan cerdas yang memiliki
keinginan besar untuk sekolah harus merelakan dirinya menikah akibat perjodohan
orang tua. Namun beruntung, ternyata lelaki yang dijodohkan dengannya adalah
lelaki yang ia kagumi saat tak sengaja kepergok di pasar sedang mengintip ia
belanja. Lelaki tampan, santun, dan gagah. Setelah menikah ia menjalani hidup
bahagia dengan Sang Kekasih. Namun setelah memiliki anak, ia harus hidup
sendiri. Mengikhlaskan suaminya pergi bersama rakyat.
Baca juga: Review Buku Makrifat Cinta Rabi'ah Al-Adawiyah
Baca juga: Review Buku Makrifat Cinta Rabi'ah Al-Adawiyah
Berawal dari prajurit HW (Hizbul Wathon) yang didirikan oleh
KH Ahmad Dahlan, Sroedji telah memiliki bekal untuk bertarung di medan tempur.
Namun karena HW telah dibubarkan pada tahun 1943 oleh Gunseikan (Pemerintahan Militer
Jepang), Sroedji ikut seleksi PETA. Ia dilatih menjadi Perwira PETA (Pembela
Tanah Air) yang merupakan bentukan Jepang pula. Awalnya PETA ini dibuat untuk
membantu tentara Jepang melawan sekutu. Namun pada dasarnya niat para perwira
Indonesia masuk PETA adalah mencari bekal untuk kelak sanggup melawan penjajah.
Salah satunya adalah PETA ini sendiri. Disanalah semua kisah tragis, mencekam,
bahkan mengharukan dalam novel history ini dimulai.
Review Novel:
Novel ini ditulis oleh cucunya Sroedi. Irma Devita putri dari
Ny. Pudji Redjeki Irawati, SH. Anak Bungsu Letkol. Mochammad Sroedji. Ia menuliskan
novel ini sebagai penunaian janji kepada sang nenek (Almh. Mbah Rukmini). Berjanji
akan menulis kisah sang kakek.
Buku ini menceritakan bagaimana kerasnya perjuangan para
pahlawan dalam membela kemerdekaan secara apik. Meresap ke relung hati. Karena ditulis
dengan penuh cinta dan segenap perasaan oleh penulis. Bahkan saat membaca ini,
saya seolah merasakan sendiri bagaimana mencekamnya suasana dimedan tempur,
mirisnya perlakuan para penjajah kepada pejuang, bahkan menetesi air mata
merasakan penderitaan yang diderita Rukmini, rakyat, dan semua pahlawan.
Kengerian yang tiada tara saat membaca beberapa paragraf ketika penulis menulis secara detail siksaan demi siksaan yang terjadi dimasa penjajah.
Kengerian yang tiada tara saat membaca beberapa paragraf ketika penulis menulis secara detail siksaan demi siksaan yang terjadi dimasa penjajah.
Buku ini begitu tuntas memenuhi imajinasiku tentang kerasnya
hidup dimasa sebelum merdeka. Jika selama ini pelajaran sejarah hanya
didapatkan waktu sekolah SD, SMP, atau SMA, maka semua itu belumlah cukup. Kita
semua tau pelajaran sejarah saat sekolah hanyalah sebuah garis besar. Inti dari
kisah. Sementara novel ini menceritakan semuanya secara kronologis. Perpaduan antara
kisah sejarah dan romance mengaduk-aduk perasaaanku. Anak cucunya para pahlawan
dahulu yang telah merasakan nikmatnya
kata “merdeka” itu sendiri.
Semua ditulis jelas disini. Tanggal kejadian, lokasi
kejadian, siapa saja tokoh yang berperan, suasana, dan semuanya menyatu secara
lengkap.
Dan di dalam novel ini juga saya semakin tau bahwa musuh
besar para pahlawan itu bukan hanya penjajah. Tapi rakyat itu sendiri. Pengkhianat
yang menjadi mata-mata atau antek-antek penjajah demi harta atau kekuasaan. Seperti
halnya yang menyebabkan Sroedji, dr. Soebandi dan pahlawan yang lain pada
akhirnya lemah dan tewas sebagai syuhada akibat pengkhianat yang telah
membocarkan rahasia perang dan lokasi mereka. Bahkan jasadnya Sroedji pun
diperlakukan tidak pantas. Diperlakukan layaknya binatang. Jari-jari yang
dipotong, mata yang dicolok, lalu diikat di sebuah truk dan diseret
berkilo-kilo jaraknya. Sungguh miris. Nyaris tak dikenali lagi.
Disini pun saya merasa begitu geram. Musuh pahlawan adalah
saudara mereka sendiri. Lawan yang berpura-pura menjadi kawan dengan menyelinap
masuk ke barisan pahlawan lalu mencuri dengar kemudian melapor kepada tuan, si
penjahat yang merampas kemerdekaan.
Pada intinya saya sangat merekomendasikan buku ini dibaca
oleh siapa saja. Semua kalangan. Agar kita makin cinta dengan tanah air kita. bahwa
kemerdekaan yang kita rasakan sekarang ini tidaklah mudah didapat. JAS MERAH.
Jangan pernah melupakan sejarah!
Gugur satu tumbuh seribu, selamat jalan pahlawanku.
dulu pernah ada masanya buku ini sliweran di media sosial, sempat pengin ikutan giveaway tapi nggak menang, ternyata dari cerita nyata ya, pasti haru dan bikin menguras emosi banget :''
BalasHapusAku pernah baca buku ini dan memang haru banget ya. Makasih loh kak, ada versi resensi gini jadi lebih seru buat baca lagi
BalasHapusNovelnya dari kisah nyata, dan sumbernya pun cucunya sendiri. Dari reviewnya aja udah keren kak, apalagi kalau full.
BalasHapusWah.. menginspirasi yaa ternyata. Review yang sangat bermanfaat dan pembawaannya juga dengan bahasa yang santai
BalasHapusSelalu suka dengan sejarah Indonesia, buku ini harus jadi salah satu yang wajib kubaca.
BalasHapusSaya suka bagian ini "saya semakin tau bahwa musuh besar para pahlawan itu bukan hanya penjajah. Tapi rakyat itu sendiri."
BalasHapusKak, boleh dong pinjem bukunya hhe.